Senin, 07 Mei 2012

Konseling Self (Carl Rogers)




Carl Rogers adalah pencetusnya. Riwayat hidup: masa kecil diasuh dengan hangat namun kurang kesempatan dalam bermain. Masa kanak-kanak kesepian.
1.Hakekat Manusia
Menerima kliien tanpa syarat (apa adanya).

Rogers menekankan pandangan bahwa tingkah laku manusia hanya dapat dipahami dari bagaimana dia mamandang realita secara subjektif. Pendekatan ini disebut humanistik, karena sangat menghargai individu sebagai organisme yang potensial. Setiap orang memiliki potensi untuk berkembang mencapai aktualisasi diri. Rogers juga mengemukakan 19 rumusan pandangan mengenai hakekat pribadi (self). Alwisol (2006:
2.Perkembangan Kepribadian
a.Struktur kepribadian.
Struktur kepribadian dalam teori Rogers meliputi:
1) Organisme adalah tempat semua pengalaman, segala sesuatu, yang secara potensial terdapat dalam kesadaran setiap saat, yakni persepsi seseorang mengenai event yang terjadi di dalam diri dan dunia eksternal. Organisme menanggapi dunia seperti yang diamati atau dialaminya (realitas) dan satu kesatuan sistem, sehingga perubahan pada satu bagian akan mempengaruhi bagian lain. Setiap perubahan memiliki makna pribadi dan bertujuan, yakni bertujuan mengaktualisasi, mempertahankan, dan mengembangkan diri.
2) Lapangan Fenomena meliputi pengalaman internal (persepsi mengenai diri sendiri) dan pengalaman eksternal (persepsi mengenai dunia luar). Lapangan fenomena juga meliputi pengalaman yang disimbolkan (diamati dan disusun dalam kaitannya dengan diri sendiri), disimbolkan tetapi diingkari/dikaburkan (karena tidak konsisten dengan struktur dirinya), dan tidak disimbolkan atau diabaikan (karena diamati tidak mempunyai hubungan dengan struktur diri). Pengalaman yang disimbolkan disadari, sedangkan pengalaman yang diingkari dan diabaikan tidak disadari. Semua persepsi bersifat subjektif, dengan kata lain benar menurutnya sendiri. Medan fenomena seseorang tidak dapat diketahui oleh orang lain kecuali melalui inferensi empirik, itupun pengetahuan yang diperoleh tidak bakal sempurna.
3) Self merupakan satu-satunya struktur kepribadian yang sebenarnya. Dengan kata lain self terbentuk melalui deferiensiasi medan fenomena dan melalui introjeksi nilai-nilai orang tertentu serta dari distorsi pengalaman. Self bersifat integral dan konsisten. Pengalaman yang tidak sesuai dengan struktur self dianggap ancaman dan self dapat berubah sebagai akibat kematangan biologik dan belajar. Konsep self menggambarkan konsepsi mengenai dirinya sendiri, ciri-ciri yang dianggapnya menjadi bagian dari dirinya. Misalnya, orang mungkin memandang dirinya sebagai; “saya cerdas, menyenangkan, jujur, baik hari, dan menarik”. Alwisol (2006: 322)
b.Keperibadian yang normal (sehat)
Terdapat keseimbangan antara organisme, lapangan fenomena dan self sebagai hasil dari interaksi individu untuk selalu berkembang.
c.Keperibadian yang menyimpang (TLSS).
1) Adanya ketidakseimbangan/ketidaksesuaian antara pengalaman organismik dan self yang menyebabkan individu merasa rapuh dan mengalami salah suai.
2) Kharakteristik pribadi salah suai:
Estrangement: membenarkan apa yang sesungguhnya oleh diri sendiri tidak mengenakkan.
Incongruity in behavior: ketidaksesuaian tingkah laku karena COW; hal ini sering menimbulkan kecemasan
Kecemasan: kondisi yang ditimbulkan oleh adanya ancaman terhadap kesadaran tentang diri sendiri.
Defense mechanism (DM), tindakan yang diambil oleh individu agar tampak konsisten terhadap struktur self (yang salah itu)
3) Gejala TLSS:
(a)Kecemasan atau ketengan terus menerus
(b)Tingkah laku yang rigid (tidak luwes)
(c)Menolak situasi baru
(d)Salah dalam memperhatikan.
3. Tujuan Konseling
Pada dasarnya klien sendiri menentukan tujuan konseling, konselor hanya membantu klien menjadi lebih matang dan kembali melakukan aktualisasi diri dengan menghilangkan hambatan-hambatannya. Namun secara lebih khusus membebaskan klien dari kungkungan tingkah laku (yang dipelajarinya) selama ini, yang semuanya itu membuat dirinya palsu dan terganggu dalam aktualisasi dirinya.
4.Proses dan Teknik Konseling
1)Klien merasa nyaman berada bersama konselor, karena konselor tidak pernah merespon negatif.
2)Klien didorong untuk sebanyak mungkin menggunakan kata ganti “saya”.
3)Klien didorang untuk melihat pengalaman-pengalamannya dari sudut yang lebih realistik.
4)Klien mengekspresikan perasaan yang benar-benar ia rasakan.
5)Klien didorong untuk kembali menjadi dirinya. Prayitno (1998:64)
5.Kharakteristik konselor
(a)Kongruen
(b)Menerima positif tanpa syarat (unconditioning positif regard), dan
(c)Empatik. Alwisol (2006:333)

Konseling Pancawaskita




A.   PENDAHULUAN
Dalam banyak pendekatan dan teknik BK yang telah kita pelajari dari mulai pendekatan konseling psikoanalisis klasik yang menekankan pada tiga struktur kepribadian yaitu id, ego dan super ego. Dimana Freud dalam pandangannya menyatakan bahwa manusia pada dasarnya ditentukan oleh energi psikis dan pengalaman masa lalunya dan manusia di motivasi oleh dorongan seksual dan libidonya.
Namun seiring dengan itu dalam pandangan neo analisa yang dipelopori oleh sekelompok orang, antara lain Adler, Jung, Sullivan, Rank, dan Fromm mengemukakan pandangan bahwa manusia bukan hanya dipengaruhi oleh kondisi masa lalu dan dorongan seksual atau libido. Pandangan neo analisa lebih menekankan pada fungsi ego, mereka mempercayai bahwa fungsi ego akan memberikan pertimbangan yang seimbang terhadap aspek biologis, sosial, dan cultural dari perilaku manusia. hal ini muncul sebagai reaksi terhadap psikoanalisa yang dikemukakan oleh Freud.
Sedangkan menurut Alfred Adler dalam konseling individual mengemukakan struktur kepribadian manusia itu tidak semata-mata untuk memuaskan apa yang menjadi kesenangannya seperti agresif dan seksual pada teori Freud. Tetapi sebaliknya, manusia dimotivasi oleh rasa tanggung jawab sosial dan kebutuhan yang ingin dicapai. Adler yakin bahwa individu memulai hidup dengan kelemahan/ketidakberdayan fisik yang mengaktifkan perasaan superior, perasaan yang menggerakkan orang untuk berjuang menjadi superioritas atau untuk menjadi sukses.
Kemudian dalam pandangan konseling analisis transaksional dari Eric Berne, mengungkapkan bahwa pada setiap diri manusia terdapat struktur kepribadian yang terdiri dari kesatuan yang disebut dengan “ego state” atau pertanyaan ego. Unsur kepribadian terdiri dari tiga bagaian, yaitu ego state child, ego state parent, dan ego state adult. Berne yakin bahwa manusia pada dasarnya baik dan mempunyai kemampuan untuk hidup mandiri, memiliki potensi untuk mengelola dirinya, termasuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya dan terbebas dari ketergantungan pada orang lain. Manusia juga memiliki kemampuan untuk membuat keputusan dan bertanggungjawab atas pilihan dan keputusan yang diambilnya.
Berbeda dengan Freud, Adler dan Berne, konseling self dari Carl Rogers mengembangkan teori yang berpusat pada klien.  Teori kepribadiannya didasari atas tiga komponen pokok; yaitu organisme, lapangan fenomena dan self. Rogers meyakini bahwa manusia pada dasarnya mempunyai potensi untuk berkembang mencapai aktualisasi diri.
Namum  dalam pandangan eksitensialis oleh Frederick Perls yang berpijak pada premis bahwa individu-individu harus menemukan jalan hidupnya sendiri dan menerima tanggung jawab pribadi. Dalam pendangan Konseling Gestalt berfokus pada apa dan bagaimana-nya tingkah laku dan pengalaman “di sini dan sekarang”, dan memadukan bagian-bagian kepribadian yang terpecah dan tidak diketahui agar menjadi kekuatan dan motivasi untuk mencapai self actualization (striving to be) dan self regulation.
Pendekatan konseling behavioral dari Skinner berasumsi bahwa tingkah laku manusia dikontrol dan dipengaruhi oleh faktor luar. Unsur kepribadian yang dipandangnya relatif tetap adalah tingkah laku itu sendiri. Ada dua klasifikasi tipe tingkah laku menurut skinner, yaitu tingkah laku responden dan tingkah laku operan. Kepedulian utama dari Skinner adalah mengenai perubahan tingkah laku, jadi hakekat teori Skinner adalah teori belajar, bagaimana individu menjadi memiliki tingkah laku baru, menjadi lebih terampil, dan menjadi lebih tahu.
Williams Glasser dalam pendekatannya konseling realitas, menekankan pada perkembangan pribadi yang bertanggung jawab adalah dalam pemenuhan kebutuhan pribadinya tidak mengganggu kebutuhan orang lain. Dengan kata lain konseling realitas mengidealkan tingkah laku sebagai individu yang tercakupi kebutuhannya akan cinta dan harga diri. Setiap orang belajar untuk memenuhi kebutuhan tersebut, yang pada gilirannya akan mengembangkan tingkah lakunya yang normal yakni yang bertanggung jawab dan berorientasi pada realita serta mengidentifikasi diri sebagai individu yang berhasil atau sukses.
Suatu hal yang menarik perhatian kita dari konseling rasional emotif yang dikembangkan oleh Albert Ellis, adalah manusia memiliki kapasitas untuk bertindak secara rasional dan irrasional. Maka dalam tujuan konseling RET adalah mengubah pemikiran yang tidak logis/irrasional menjadi rasional.
Demikianlah sedikit ulasan dari beberapa pendekatan dan teknik dalam Konseling, maka sampailah kita pada konseling eklektik pancawaskita yang insyaALLAH akan memberikan warna baru dan pencerahan dalam melaksanakan konseling pada masa yang akan datang.
B.   PENDEKATAN EKLEKTIK
Pendekatan eklektik dalam pelaksanaan proses konseling diselenggarakan melalui berbagai teknik (teknik umum dan teknik khusus) yang dipilih secara eklektik yang diturunkan dari berbagai pendekatan yang telah kita pelajari sebelumnya.
Teknik umum diantaranya meliputi peneriman terhadap klien, sikap jarak duduk, kontak mata, 3 M, kontak psikologis, penstrukturan, ajakan untuk berbicara, dorongan minimal, pertanyan terbuka, refleksi isi dan perasaan, keruntutan, penyimpulan, penafsiran, konfrontasi, ajakan untuk memikirkan sesuatu yang lain. Penuguhan hasrat, penfrustasian klien, strategi tidak memaafkan klien, suasana diam, tranferensi dan kontra-transferensi, teknik eksperimensial, interpertasi pengalaman masa lampau, asosiasi bebas, sentuhan jasmanih, penilaian, penyusunan laporan.
Sedangkan Teknik khusus meliputi pemberian informasi, pemberian contoh, pemberian contoh pribadi, perumusan tujuan, latihan penenangan sederhana dan penuh, kesadaran tubuh, disensitisasi dan sensitisasi, kursi kosong, permainan peran dan permaian dialog, latihan keluguan, latihan seksual, latihan transaksional, analisis gaya hidup, kontrak dan pemberian nasehat.
Teknik-teknik tersebut dipilih dan ditetapkan sesuai dengan keunikan klien dengan masalah dan perkembangannya sejak awal sampai dengan akhir proses konseling. Penggunaan teknik-teknik tersebut pada umumnya dalam konseling perorangan. Namum banyak diantaranya yang cukup efektif bila dimanfaatkan dalam konseling kelompok.
C.   PENGERTIAN PANCAWASKITA
Panca                        = Lima
Waskita          = Cerdas, Tekun, Ulet, Cermat, Benar, waspada, arif, hati-hati.
Lima hal ini yang dapat dijadikan sebagai dasar  untuk bisa menjadi konselor profesional dengan  mengintegrasikan lima faktor yang mempengaruhi perkembangan dan kehidupan individu, yaitu Pancasila, Pancadaya (daya taqwa, daya cipta, daya rasa, daya karsa, dan daya karya). Liharid (jasmaniah-rohaniah, individual-sosial, material-spiritual, dunia-akhirat, dan lokal-global/universal). Likuladu (gizi, pendidikan, sikap dan perlakuan, budaya, kondisi insidental). Dan Masidu (rasa aman, kompetensi, aspirasi, semangat, dan penggunaan kesempatan).
Pengaruh faktor-faktor tersebut perlu diperhatikan secara Waskita (cerdas, tekun, ulet, cermat, benar, waspada, arif, hati-hati) dan dilakukan pembinaan melalui konseling, sehingga perkembangan dan kehidupan individu menjadi lebih membahagiakan.
D.   PROSEDUR
Standart kompetensi yang harus dimiliki oleh konselor sebelum melaksanakan konseling diantaranya:
1.    Lidudkon (lima dasar unsur dinamis konseling)
·         Berfikir cerdas
·         Berwawasan luas
·         Komunikasi tangkas
·         Penggunaan metode tuntas
·         Unsur moral laras

2.    Frame of Reference dalam mengungkap masalah klien
a.       Liratahid (Lima Ranah atau tataran Kehidupan)
b.      Pancadaya
c.       Likuladu (Lima Kekuatan di Luar Individu)
d.      Masidu (Lima Kondisi yang ada pada diri Individu)
e.       Isi diagnostik dalam 5 -an, ada 5 ranah ( 5 ranah diagnosis kondisi psikis )
1.      Ranah kondisi psikis (yang dapat diukur)
2.      Ranah kondisi jasmaniah
3.      Ranah kondisi sosial emosional
4.      Ranah kondisi instrumental
5.      Ranah kondisi spiritual
3.    Tahapan Konseling
a.    Pengantaran
Proses pengantaran (an-1) mengantarkan klien memasuki kegiatan konseling dengan segenap pengertian. Tujuan dan asas yang menyertainya. Proses pengantaran ini ditempuh melalui kegitan penerimaan yang bersuasana hangat, permisif, dan KTPS (klien tidak pernah salah), serta penstrukturan. Apabila proses awal ini sukses, klien akan mampu menjalani proses konseling selanjutnya dengan hasil yang lebih menjanjikan.
b.    Penjajakan
Proses penjajakan (an-2) dapat diibaratkan sebagai membuka dan memasuki tabir misteri atau hutan belantara yang berisi gatra-gatra klien bersangkut-paut dengan perkembangan dan permasalahannya. Sasaran penjagaan adalah hal-hal yang dikemukakan klien dan hal lain yang perlu dipahami tentang diri klien. Sasaran ini berada dalam lingkup masidu, likuladu, dan pancadaya yang terlukis di dalam pengalaman klien dalam proses perkembangannya. Seluruh sasaran penjagaan ini adalah berbagai gatra yang selama ini terpandam, tersalahartikan dan/atau pun terhambat pengembangannya pada diri klien.

c.    Penafsiran
Apa yang terungkap melalui penjajagan merupakan berbagai gatra yang perlu diartikan. Gatra-gatra klien itu (yang cukup signifikan) perlu diketahui Arti Dari Dalam-nya (ADD) secara tepat dan diberikan Arti Dari Luar-nya (ADL) secara positif, dinamis dan juga tepat. Gatra yang besar dipecah dan diurai menjadi gatra-gatra yang lebih kecil, sebaliknya sejumlah gatra digabung dan dirangkum menjadi gatra yang lebih luas, lalu dikaitkan dan dilihat relevansinya dengan gatra-gatra lainnya. Hasil proses penafsiran (an-3) ini pada umumnya adalah aspek-aspek Keberadaan yang Sedang Ada (KSA) dan Keberadaan yang Mungkin Ada (KMA) pada diri klien dengan jelas, tepat dan terjangkau segi-segi dinamikanya. Dalam rangka penafsiran ini, upaya diagnosis dan prognosis dapat memberikan manfaat yang berarti.
d.    Pembinaan
Proses pembinaan (an-4) ini secara langsung mengacu kepada pengentasan masalah dan pengembangan diri klien. Upaya pembinaan diarahkan melalui proses interpretasi. Arah dan sasaran jangka pendek dan langsung pembinaan ialah terkembangkannya masidu yang lebih memandirikan dan membahagiakan klien dan lingkungannya secara produktif. Dengan berbagai teknik khusus dalam konseling sasaran jangka pendek itu didorong pencapaiannya. Lebih jauh lagi, sedapat mungkin proses konseling hendaknya juga mampu menyentuh likuladu yang besar pengaruhnya terhadap kehidupan klien. Karena likuladu pada umumnya tidak dapat langsung terjangkau oleh proses konseling yang terwujud dalam pertemuan tatap muka antara klien dan konselor. Maka pembinaan terhadap likuladu itu biasanya terlaksana melaui pendekatan “politik”. Pembinaan terhadap likuladu dan masidu itu diharapkan juga meningkatkan pancadaya klien. Melalui pembinaan dalam konseling gatra-gatra lama diproses menjadi gatra-gatra baru yang lebih memungkinkan berfungsinya energi pada diri klien secara optimal.

e.    Penilaian
Upaya pembinaan melalui konseling diharapkan menghasilkan hal-hal ataupun perubahan yang berguna bagi klien, khususnya berkenaan dengan masidu. Lebih konkrit lagi, hasil-hasil tersebut hendaknya berapa meningkat dan semakin efektifnya wawasan, pengetahuan, keterampilam dan sikap (WPKNS) bagi kehidupan klien dalam lingkungan lirahid. Kadar perubahan yang terjadi pada diri klien dapat diungkap dapat diungkapkan atau dinilai (an-5) segera menjelang diakhiri proses konseling, dalam jangka pendek beberapa hari kemudian, atau dalam janga waktu yang lebih panjang. Ketika proses konseling akan segera diakhiri. Misalnya konselor dapat menanyakan kepada klien beberapa hal yang merupakan bauh dari proses yang baru saja berlangsung, yaitu pengetahuan (P1) atau informasi baru apa yang diperoleh klien, bagaimana perasaan (P2) klien (apakah tambah ringan, releks, terbebas dari himpitan yang memberatkan atau menyesakkan, dan sebagainya) serta kegiatan (K) apa yang akan dilakukan klien untuk menindaklanjuti hasil- hasil konseling yang telah tercapai. Sedangkan penilaian pasca konseling yang lebih jauh, baik dalam jangka pendek  maupun jangka panjang, mengacu kepada pemecahan masalah dan perkembangan klein secara lebih menyeluruh.
E.   PENUTUP.
Suatu hal yang perlu kita pahami dalam konseling eklektik pancawaskita adalah bagaimana memahami berbagai pendekatan dan teori konseling dengan berbagai teknik, dan berusaha memilih dan menerapkan sebagian atau satu kesatuan teori beserta tekniknya sesuai dengan permasalahan klien. Teori-teori tersebut digunakan secara sistematis, tidak bercampur-aduk, namun dipilih dan dipilah dalam teknik yang digunakan untuk menangani masalah klien. Penyelenggara konseling eklektik tidak menggunakan atau menjadikan dogma satu pendekatan/teori konseling tertentu. Ia memahami kekuatan dan kelemahan masing-masing pendekatan/teori yang ada. Dengan demikian konselor tahu kapan menggunakan atau tidak menggunakan pendekatan/teori tertentu dalam tekniknya.
Lebih jauh lagi, tingkat keprofesionalan konseling akan lebih dipertinggi apabila praktik konseling eklektik diberi warna khas oleh nuansa-nuansa positif yang memancar dari diri pribadi konselor.
Akhir kata kami ucapkan semoga bermanfaat. Wabillahitaufiq, walhidayah, assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.




Sumber bacaan

Prayitno (1998). Konseling Pancawaskita. Kerangka Konseling Eklektik.BK FIP IKIP Padang.
James C. Hansen, Richard R. Steven, Richard W. Warner. 1977. Counseling Theory and Proces. Allyn and Bacon, Inc: Boston.